Salam Damai, bagian ini memang bukan keharusan, dan hanya bersifat fakultatif. Perlu diperhatikan bahwa selama salam damai, umat tetap dibantu untuk mempersiapkan diri menuju KOMUNI. Mungkin baik kalau salam hanya diberikan kepada orang yang ada di sekitar kita: sebelah kiri dan kanan, depan dan belakang saja, untuk tetap menjaga keheningan.
Anak Domba Allah tidak harus dinyanyikan, tapi bisa juga didaraskan dengan suara lantang (PUMR 83). Ketika imam memecah-mecah Hosti dan/atau mengisikan Hosti ke dalam sibori-sibori untuk dibagikan kepada umat, ritus ini bisa diiringi dengan nyanyian Anak Domba Allah. Dua ayat pertama dapat diulang-ulang secukupnya, hingga proses itu selesai, dan selalu diakhiri dengan “berilah kami damai.”
Nyanyian Komuni dimaksudkan untuk: a. mengiringi umat dalam menyambut Tubuh Kristus; b. meneguhkan persaudaraan dan persatuan umat secara lahir batin sebagai Tubuh Kristus; c. membina suasana doa bagi umat yang sedang berjumpa dengan Tuhan secara sakramental dalam komuni.
Nyanyian Komuni (atau Antifon Komuni, PUMR 86-87) dimulai tepat ketika imam selebran mulai menyantap Komuni untuk menandakan penyatuan antara Komuni Imam dengan Komuni Umat. Dapat dinyanyikan oleh paduan suara sendiri dengan tetap harus diingat bahwa pilihan lagu harus disesuaikan dengan misteri iman yang dirayakan dan mendukung suasana doa; atau dinyanyikan bersama umat, dengan juga mengupayakan agar para penyanyi dapat menyambut Komuni dengan tenang.
Sesudah semua menyambut komuni, PUMR 88 mengatakan, “Dapat juga dilagukan madah syukur atau nyanyian pujian, atau didoakan mazmur, oleh seluruh jemaat.” Artinya, sebaiknya menggunakan nyanyian yang dapat mengikutsertakan seluruh umat. Pilihan lain adalah menciptakan suasana hening dan berdoa pribadi. Dalam kesempatan tertentu, Madah Kemuliaan dapat dipindahkan ke sini.
Nyanyian penutup atau nyanyian perarakan keluar dapat bertema syukur, mengungkapkan misteri yang baru saja dirayakan, atau memberi pesan untuk tugas perutusan. Karena berfungsi juga untuk mengiringi perarakan para petugas liturgi kembali ke sakristi, maka ketika seluruh petugas sudah masuk ke sakristi, nyanyian dapat dihentikan. (Margaretha/St. Kristiana – Sumber: E. Martasudjita, Pr dan J. Kristanto, Pr. Musik dan Nyanyian Liturgi. Yogyakarta: Kanisius, 2000; C.H. Suryanugraha, OSC. Melagukan Liturgi Menyanyikan Misa. Yogyakarta: Kanisius, 2015; Komlit KWI. Pedoman Umum Misale Romawi. Ende: Nusa Indah, 2002)