Minggu Biasa ke-3 – Minggu, 27 January 2019
BcE. Neh. 8: 3 – 5a, 6 – 7, 9 – 11; 1Kor. 12: 12 – 30; Luk. 1: 1 – 4, 4: 14 – 21
Kunci sukses bagi sebuah pewartaan terletak pada “Keterbukaan hati Jemaat untuk menerima Sabda Allah yang diwartakan.” Dalam bacaan pertama (Neh. 8: 3–5a, 6–7, 9–11), dikisahkan nabi Ezra, seorang nabi – ahli kitab, memimpin sebuah perayaan religius di hadapan sebuah komunitas di Yerusalem. Dalam perayaan itu, nabi Ezra mendapat tugas untuk membacakan kitab hukum kepada para pendengarnya, yang didengarkan dengan antusias oleh segenap anggota komunitas. Dampaknya: mereka semua menerima pewartaan itu dan menghidupinya dalam keseharian hidupnya.
Dalam Injilnya, Lukas mengisahkan bagaimana Yesus juga mendapatkan tugas yang sama yakni mewartakan Sabda Allah dari kitab nabi Yesaya pada sebuah upacara keagamaan di sinagoga. Semua jemaat yang hadir pun diam mendengarkannya. Mereka bahkan terbawa dalam suasana takjub ketika mendengarkan Dia menafsirkan kitab tersebut. Bedanya setelah itu, ada di antara jemaat tersebut yang mulai ragu akan pewartaan Yesus. Terutama ketika mereka lebih melihat tentang asal usul Yesus sebagai anak tukang kayu. Pewartaan Yesus yang semula berjalan baik, akhirnya berantakan. Jemaat menolak Yesus, bahkan merencanakan pembunuhan terhadap-Nya.
Kita pun seringkali bersikap seperti jemaat pada zaman Yesus. Terkadang kita menutup hati atas Sabda Allah yang diwartakan karena lebih memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak penting. Bukankah hal terpenting adalah: Sabda Allah dan keterbukaan hati kita untuk menerimanya…?? Selamat merenungkan! (Carlos/Bidang Pewartaan)