Jumat, 11 January 2019, menjelang malam hujan turun cukup deras, padahal akan ada misa lingkungan yang dipersembahkan oleh Romo Willy. Mendekati jam 19.00, puji Tuhan! Hujan mereda dan yang hadir banyak: oma, opa dan tante, adik-adik BIA dan remaja lingkungan, semua ada!
Dalam homilinya, MoWil menanyakan resolusi tahun 2019 berdasarkan kelompok umur: dari 1-10, 11-20, dst sampai 50 tahun ke atas. Ditanya soal umur? Jangan harap pada ngaku. MoWil juga mengingatkan hendaknya kita tetap teguh berada dalam sinar Tuhan, karena ketika sinar itu tetap menyertai kita, kita tidak akan salah jalan. Kita bisa membedakan mana yang baik dan pantas dan mana yang tidak.
Sebagai bukti bahwa warga lingkungan diterangi sinar itu, Minggu 13 January, mereka bergabung dengan Romo Siswo, Misa di Stasi Kaca-kaca 2. Buat rombongan yang baru pertama kali ke Kaca-kaca, perjalanan cukup jauh terbayar tunai, bahkan lebih, ketika melihat seorang nenek berkerudung, dengan tubuh yang sudah bungkuk, begitu bersemangat mengikuti misa. Beliau adalah Mbak Ibah. Awalnya mereka berpikir untuk berbagi sinar dengan buah tangan yang dibawa. Tapi ternyata, justru merekalah yang melihat sinar di sana jauh lebih terang, yang kemudian “dibawa” pulang.
Ada rasa malu, mereka yang berjumlah 70 KK lebih, makin hari makin sedikit yang bisa ikut dalam persekutuan doa maupun latihan koor. Sementara warga Kaca-kaca Dua yang hanya berlima mampu bertahan di tengah keterbatasan. Pertanyaan Romo Sis, 30 tahun lagi masih adakah Umat Katolik, menjadi bahan refleksi buat mereka.
Terima kasih untuk semua pembelajaran dan pengalaman yang di dapatkan di sana. Dengan segala kemudahan yang dimiliki justru dirasa membentuk menjadi umat yang manja dan mudah tergoda. Pulang dari Kaca-kaca, “minyak persediaan” mereka makin banyak dan “sumbu” mereka makin panjang. Dan sang Api makin bernyala. Suatu saat nanti, mereka akan kembali dengan pasukan yang lebih banyak. Tuhan yesus memberkati kita semua.