Tiga bulan sudah berlalu. Perlahan Melanie mulai menemukan kembali di mana dirinya harus berada. Perceraian kedua orang tuanya membuat Melanie merindukan sosok ibu yang ditinggalkannya. Hari itu ketika matahari hendak kembali ke tempat peristirahatannya, Melanie masuk ke dalam kamarnya yang sunyi. Ia melihat sekelilingnya. Mendapati setiap sudut ruangan yang menyisakan begitu banyak kenangan.
Melanie merebahkan tubuhnya di atas kasur. Matanya mulai terpejam, pikirannya mulai melayang-layang. Berbagai hal berhasil terpikir di benaknya. Jutaan tanda tanya yang perlahan terjawab, membuat Melanie sadar bahwa dirinya telah hilang. Tak lama kemudian, suara seorang pria terdengar meneriakan suara “Mel, Melanie!”
Suara ayahnya terdengar dari lantai bawah. Tanpa berlama-lama, Melanie segera melangkahkan kakinya menuju ruang makan tempat dimana suara itu berasal. Ayah Melanie mengajaknya untuk menyantap makan malam bersama. Hanya berdua. Kali ini berbeda rasanya, tanpa sosok seorang ibu di meja makan yang ia duduki.
Melanie melipat kedua tangannya. Mengambil sikap untuk berdoa makan. Ayah Melanie menatapnya dengan tatapan heran. Sebuah pertanyaan terlintas di benaknya. ”Sejak kapan kamu berdoa?” tanya ayah Melanie sambil menyuapkan nasi ke mulutnya. “Sejak aku sadar bahwa aku memang gak punya tempat bersandar lagi.” Kalimat yang keluar dari mulut Melanie berhasil membuat ayahnya terdiam tanpa mengatakan sepatah kata pun. Suara denting sendok dan garpu yang beradu dengan piring, menemani makan malam mereka kali ini. Tidak ada yang angkat bicara, baik Melanie maupun ayahnya.
Ada sebuah kesedihan yang menghantui Melanie di setiap detik menuju waktu tidurnya. Lagi-lagi, kegelisahannya seolah tak kunjung berlalu. Di dalam hati, Melanie mengadu.
“Ya Tuhan, jikalau boleh Kau memberiku kesempatan sekali saja untuk berubah, maka bantulah aku untuk memperbaiki apa yang pernah aku lakukan. Menghapus segala kesalahan yang pernah aku perbuat. Ijinkanlah aku menjadi pembawa kedamaian dan kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarku. Ijinkanlah aku untuk menjadi perpanjangan tangan-Mu sehingga keberadaanku mampu membuat orang lain merasa bahagia, nyaman, dan aman.” Bersambung…