Dalam doa Angelus yang pertama, tanggal 17 Maret 2013 Paus Fransiskus mau menggambarkan bagaimana pengalaman hidupnya yang panjang sebagai manusia yang beriman kepada Kristus. Paus Fransiskus mengatakan, “Merasakan Belaskasih itulah kata-kata yang mengubah segalanya. Kemurahan hati adalah hal terbaik yang dapat kita rasakan: hal itu mengubah dunia. Sedikit belaskasih saja menjadikan dunia tidak menjadi terlalu dingin dan menjadi lebih adil. Maka, kita perlu memahami sungguh belaskasih Allah tersebut, Bapa yang Maharahim, Bapa yang begitu sabar.”
Miserando atque Eligendo
Belaskasih sendiri merupakan suatu tema yang sangat dekat dengan hati Paus Fransiskus. Dia memilih motto jabatan Uskup, sebagai inspirasi rohani dalam pelayanan dan penggembalaan sebagai Gembala Agung, “Miserando atque Eligendo”, dalam Bahasa Indonesia dapat ditafsirkan sebagai kata demikian, meskipun rapuh namun dipilih (Allah). Kutipan ini diambil dari homili Santo Beda Venerabilis saat mengomentari kutipan Injil tentang panggilan Matius (Mat. 9: 9-13), “VIDIT ERGO IESUS PUBLICANUM ET QUIA MISERANDO ATQUE ELIGENDO”: Maka Yesus melihat pemungut cukai, dan karena tergerak oleh belaskasihan dan karena itu lalu memilihnya, Dia berkata kepadanya, “Ikutilah Aku”. Homili tersebut dikaitkan dengan belaskasih Allah. Maka, motto ini dipahami sebagai wujud dengan “Mata belaskasih Allah”.
Misericordia
Menyadari bahwa Belaskasih Allah yang melimpah yang dialami nyata oleh Paus yang memiliki fungsi paru hanya setengah ini, maka Paus Fransiskus menyadari betul akan pentingnya Kemurahan hati yang perlu dihidupi oleh umat beriman Kristiani di zaman ini. Kemurahan hati tampaknya disadari sebagai tantangan yang dihadapi Gereja dan malahan juga agama-agama lain di abad 21 ini. Kenyataan ini antara lain berangkat dari refleksi bahwa Allah, betapa pun tidak bisa menderita namun dalam kemahakuasaan-Nya bisa ambil bagian dalam penderitaan manusia, ciptaan-Nya. Oleh karena itu Allah berbicara tentang belaskasih. Allah bukanlah Allah yang ‘a-pati’ (tidak ambil bagian dalam penderitaan), namun Allah yang terlibat pun dalam realitas penderitaan (Mit-leid – Jerman: ikut serta dalam penderitaan).
Kemurahan hati kalau menyimak dari kata dalam bahasa Latin “Misericordia” berakar pada kata “cor” artinya hati, dan “miseria”, yang artinya miskin atau penderitaan. Dari sini kita bisa menyimak bahwa kata tersebut mengandung makna hati yang peduli bagi mereka yang miskin, bagi mereka yang menderita. Kata ini lalu dekat dengan kata “compassio” (cum+passio: masuk dalam penderitaan sesama), yang mengisyaratkan kepedulian dan kesediaan untuk berbagi dengan mereka yang menderita. Demikian pula kata simpati bisa dikaitkan di sini. Tidak jarang ditempatkan pula dalam perbincangan tentang hal ini, bahwa belaskasih adalah pula sarana dan kesempatan bagi pemurnian batin. Dengan itu semua hendak ditanamkan di dalam Gereja, cara bertindak untuk menjumpai sesama, menyatakan perhatian serta kepedulian kasihnya kepada sesama, di mana pun mereka berada.
Semoga dalam masa persiapan Paskah dan juga merayakan Paskah tahun 2019 ini, kita semakin merasakan belaskasih Allah yang besar yang hendak merasakan penderitaan manusiawi di Kayu Salib dan berani juga menderita bersama kita di dunia, agar kita selamat! Teladan Kristus itu juga memberanikan kita juga untuk solider dalam kemanusiaan demi tujuan keIlahian. Selamat Paskah! Mowil.