Pada suatu hari yang indah 33 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 15 September 1985, di sebuah desa kecil Margalestari, Kec. Jati Agung Lampung Selatan, telah lahir seorang anak yang dikemudian diberi nama Paulus Nasib Suroto. Anak ini kemudian dipanggil dengan sebutan Nasib. Anak ini semakin hari semakin bertumbuh dan berkembang dan menamatkan sekolah dasar di desanya. Setelah tamat dan lulus, Nasib sekolah di SLTPK Soegijapranata, Tanggul – Jember dan juga melanjutkan sekolah di SLTA Satya Cendika – Jember.
Karena keadaan ekonomi keluarga, dia yang ingin melanjutkan kuliah akhirnya mengurungkan niatnya. Ia memilih kembali ke kampung halamannya untuk membantu orang tua. Ia bekerja sebagai tukang bakso di Tanjung Karang. Selama bekerja ini, ia banyak dilatih untuk bangun pagi dan berjumpa dengan banyak orang dari berbagai latar belakang.
Setelah hampir 5 tahun, hatinya mulai gelisah akan panggilan hidupnya. Kegelisahannya ternyata dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya di mana ia bekerja. Yang biasanya bekerja dengan happy dan usil tetapi keusilannya tidak nampak. Yang terpancar dari raut wajah adalah kegelisahan. Selama proses bimbang ini, aku berusaha untuk jujur dengan diri sendiri. Dan akhirnya di suatu siang yang panas, Nasib memutuskan untuk masuk menjadi imam.
Orang pertama yang mendengar adalah Bapak. Saat itu di ladang/sawah dengan cuaca yang panas, aku memberanikan diri untuk meminta restu dari Bapak. Mendengar ungkapan hatiku itu, Bapak menangis. Bapak menangis karena tidak bisa lagi membantu dalam hal finansial. Usia orangtuaku yang sudah tua tidak mungkin lagi bisa membiayai hidupku. Aku berusaha tenang dan aku percaya bahwa Tuhan telah menyediakan semuanya bagiku. Tinggal bagaimana aku mengusahakannya.
Singkat kata, setelah mendapat restu dari orang tua, aku masuk Seminari Interdiosesan Malang sebagai calon imam Diosesan Malang. Setelah menjalani pendidikan 9 tahun, akhirnya aku menerima rahmat Tahbisan, 25 Agustus 2016, dan namaku ketambahan, menjadi Romo Paulus Nasib Suroto. Keluargaku datang ke Malang dengan menyewa kendaraan.
Tugas pertama sebagai Imam yaitu sebagai Pastor/Romo rekan di Paroki Maria Bunda Karmel Probolinggo. Setahun kemudian, aku diutus untuk mengikuti seleksi pendidikan perwira karier di lingkungan TNI – POLRI. Dan sekali lagi, Tuhan mengutusku untuk bekerja di lingkungan TNI khususnya TNI AU sebagi Romo Militer. 100% sebagai Imam dan 100% militer aktif. Akhirnya aku hanya bisa berkata, “Tuhan yang memanggil, aku berusaha, dan biarlah Tuhan menyelesaikan apa yang baik”.