Ada yang menarik dari pernyataan Mendikbud Muhadjir Effendy, Jumat, 25 Agustus 2017 lalu. Beliau menilai sistem pendidikan di lingkungan sekolah Katolik telah memenuhi sebagian unsur pendidikan penguatan karakter yang bakal diterapkan pemerintah. Apakah yang dilihat oleh beliau nyata terjadi di sistem pendidikan kita?
Keluhan seorang ibu yang mungkin pernah juga Anda dengar. “Anakku pandai, tapi sekarang ia jadi tak percaya Tuhan!” Anak ini termasuk anak yang kritis dan pandai luar biasa. Di sekolahnya ia termasuk dalam kelas istimewa yang dikhususkan untuk anak-anak super pandai. Namun kebanggaan sang ibu dibarengi dengan rasa prihatin sangat dalam, sebab diikuti dengan sikap penolakan akan Tuhan. Sang anak telah melahap berbagai macam buku, baik tentang filosofi modern maupun tentang aneka tokoh dan peristiwa di dunia yang menghantarnya kepada keyakinan tersebut. Sang ibu tak berdaya dan bertanya-tanya, apakah kesalahannya sehingga ia gagal mewariskan iman kepada anaknya? Siapakah yang bersalah dalam hal ini: sang ibu, ataukah sekolahnya dengan tenaga pendidiknya?
Sejujurnya, masalah ibu itu bukan tidak mungkin menjadi masalah umum bagi para orang tua, saat ini maupun mendatang. Pendidikan anak pertama-tama merupakan tanggung jawab orang tua, namun sekolah maupun Gereja, juga terlibat di dalamnya. Kita semua bertanggung jawab untuk membekali generasi penerus dengan pengetahuan dan iman, agar mereka dapat menjadi orang-orang yang tidak hanya pandai, namun juga berhati mulia sebagai anak-anak Tuhan.
Anak-anak perlu diarahkan agar tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri tetapi kepentingan orang lain juga; agar mereka tidak hanya mengejar kebaikan dalam kehidupan di dunia ini, tetapi juga di kehidupan yang akan datang. Adalah tugas pendidikan Katolik untuk menyampaikan Kristus kepada setiap murid, dan membentuk mereka agar menjadi semakin menyerupai Kristus. Maka Injil dan Pribadi Kristus, adalah sumber inspirasi dan pembimbing bagi sekolah Katolik dalam setiap segi: filosofi pendidikan, kurikulum, kehidupan komunitas, pemilihan guru, bahkan lingkungan fisik sekolah. Supaya segala yang ada di sekolah itu dapat mengarahkan siapapun kepada Kristus.
Tahta Suci melihat bahwa sekolah-sekolah Katolik merupakan sarana yang tak tergantikan untuk melanjutkan misi Gereja di milenium yang ketiga ini. Adalah tantangan Gereja untuk menentukan identitas Katolik dalam sekolah-sekolah ini. Banyak sekali motto dan visi yang bagus dan ideal sebagai nilai dasar pendidikan sekolah-sekolah tersebut yang ditanamkan sejak dahulu. Kolese Kanisius dengan Ad Maiorem Dei Gloriam (Demi kemuliaan Tuhan yang lebih besar), Santo Aloysius dengan Ad Maiora Natus Sum (Aku lahir untuk hal-hal luhur), Santa Angela dengan Servite et Amate (Layanilah dan Cintailah) dan masih banyak lagi.
Sekolah-sekolah Katolik dapat berperan membantu peran para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka. Sekolah-sekolah ini harus terbuka untuk semua, untuk membangun komunitas umat beriman, untuk meng-evangelisasi budaya, dan melayani kepentingan bersama dalam masyarakat. Deklarasi Gravissimum educationis menyatakan kemajuan yang penting tentang citra sekolah Katolik: peralihan dari sekolah sebagai sebuah lembaga, menuju sekolah sebagai suatu komunitas. Dimensi komunitas ini, mungkin adalah hasil dari kesadaran akan kodrat Gereja sebagaimana dinyatakan oleh Konsili (Vatikan II).
Para tenaga pendidik perlu memberikan pengenalan keberadaan dan kebesaran Tuhan dalam realitas kehidupan sehari-hari anak-anak didiknya. Kesadaran yang akan membentuk karakter anak sebagai seorang yang menghargai kebaikan Tuhan dan campur tangan-Nya mengatur dan menyelenggarakan kehidupan mahluk ciptaan- Nya. Semoga mereka akan terdorong untuk melestarikannya, ataupun menyikapinya dengan penuh tanggungjawab demi kesejahteraan manusia dan seluruh mahluk ciptaan lainnya. Akhirnya, kesadaran akan kebaikan dan kasih Tuhan ini mendorong anak-anak untuk membalasnya dengan mengasihi sesama. Dengan hidup dalam kasih yang dijiwai oleh iman inilah, anak-anak mengarahkan hati mereka kepada tujuan hidup yang sesungguhnya, yaitu Sorga.