Pendidikan di sekolah seringkali hanya sekedar untuk menimba ilmu, “mengisi” otak dengan segala macam ilmu pengetahuan. Padahal, untuk menunjang sebuah kehidupan yang normal, seorang anak haruslah menjadi manusia yang utuh, seimbang “nilai-nilai” hidupnya. Bukan hanya otaknya yang harus diisi, tapi terlebih hatinya. Ia harus punya welas asih, bela rasa. Agar juga tangannya dapat dengan ringan diulurkan untuk menolong sesamanya.
Anak manusia diharapkan tidak hanya sekedar menjadi seorang yang baik, tapi juga seorang yang tahu kapan saatnya harus menjadi orang baik. Di sinilah diharapkan peran para pendidik Katolik, menanamkan nilai dan keutamaan Kristiani bagi para anak didiknya. Sedemikian pentingkah? Apakah hanya di sekolah, bukankah tidak semua anak kita bersekolah di sekolah Katolik?
Inilah yang jadi fokus Bergema edisi Mei 2019. Di rubrik fokus, disampaikan bahwa Mendikbud, Muhadjir Effendy, menghargai sistem pendidikan di lingkungan sekolah Katolik. Wawancara para OMK kita dengan para pendidik menyimpulkan bahwa sebelum menjadi pendidik (baca: guru yang akan di-gugu lan ditiru) adalah sangat penting untuk terlebih dahulu menjadi teladan yang hidup. Romo Wahyu lewat magisterialnya mengingatkan pentingnya keluarga sebagai sekolah yang pertama untuk menanamkan nilai-nilai dan kebajikan Kristiani. Ada Liputan Khusus seputar Pekan Suci, juga sukacita masyarakat saat mengikuti PEMILU, 17 April lalu. Aneka berita dari lingkungan, paroki, dan keuskupan pun tetap setia menemani Anda semua.
Senyatanya, kita semua memang diharapkan menjadi seorang pendidik, yang meletakkan dasar pertama bagi anak-anak kita. Pendidikan menyeluruh, mengandalkan adanya keteladanan pribadi. Teladan terbesar yang kita punya, Yesus Kristus, mutlak menjadi sumber inspirasi kita. Selamat mengisi batin anak-anak kita dengan nilai-nilai dan kebajikan Kristiani. Selamat membaca+