Keriaan dan penat Paskah yang menggembirakan masih berlanjut hingga Senin, 22 April 2019. Hari itu, Romo Y. Siswa Subrata genap berusia 55 tahun.
Sekitar pukul 12.15, syukuran sederhana di Pastoran dimulai. Eyang Sahid, satu-satunya Romo yang lebih tua dari Rm. Siswa diminta untuk memimpin doa. Selain Rm. Wahyu, Rm. Willy dan pengurus DPP, tampak hadir Rm. Herry dan Rm. Martin, sebagai perwakilan teman-teman se-presbiteratnya. Sayang, Rm. Nasib sedang bertugas di Ranca Upas, sehingga tidak bergabung. Tak lama hadir Fr. Tedjo, alumnus H4; dan Fr. Edo. Last but not least, para OMK kita. Maka syukuran siang itu menjadi sangat lengkap.
Lima puluh lima tahun memang bukan usia yang muda, tapi juga bukan usia yang terlalu tuwa untuk tetap berkarya. Yang empunya hajat rupanya sadar betul akan hal itu. Membatasi makan, istirahat dan olah raga yang cukup, itulah rahasianya agar tetap bugar. Eyang pun mendoakan agar Rm. Siswa diberi kesehatan yang baik. Doa saja tentu tidak cukup. Semua tetap harus diusahakan, sedari muda, tentu saja.
Makanan siang itu seperti biasa disiapkan secara gotong royong. Itulah ke-guyub-an yang tetap terasa hingga kini di Martinus, siapa pun Romonya. Mereka yang hadir, ngobrol gayeng dengan siapa saja, tak ada batasan antara Imamnya, pengurus DPP, orang muda, atau pekarya sekalipun. Siang yang hangat, menyebabkan sajian penutup diberi es cukup banyak. Apa yang dilakukan oleh Yang Berulang-Tahun? Es buah itu disuntek ke gelas kaca, kemudian dimasukkan ke microwave.
Sekilas nampak lucu dan membuat sebagian dari mereka yang hadir tertawa terbahak-bahak… Itulah salah satu cara yang beliau lakukan untuk menjaga kesehatannya: menjauhkan dari dirinya segala hal yang sifatnya dingin, yang memang buruk untuk kesehatan kita! Sekitar satu jam, kebersamaan mulai diakhiri. Satu per satu tetamu pun pamit.
Semua sepertinya juga mengerti, waktu istirahat Rm. Siswa sudah tiba… Selamat ulang tahun, Mo… “Tetap sehat dan tetap menemani perjalanan kami semua ya!”