Perayaan Ekaristi Palma Sabtu sore, 13 April 2019, yang dimulai pukul 17:00 membuka rangkaian Pekan Suci kita. Suasana di gereja terlihat cukup ramai. Ekaristi dipimpin oleh Romo Willy, yang diawali dengan pemberkatan daun palma dengan air suci. Umat menyambut dengan nyanyian sukacita, mengelu- elukan Yesus yang disambut di Yerusalem. Setelah itu Ekaristi berjalan dengan khidmat hingga saat bacaan Injil dibacakan, umat terlihat sedih mengenang bagaimana Yesus menderita begitu hebat untuk menebus dosa umat manusia.
Dalam homilinya Romo Willy mengatakan bahwa Minggu Palma adalah kisah dimana Yesus menerima penderitaan untuk membebaskan umat manusia dari dosa. Dia mendapat penderitaan secara mental yaitu berupa pengkhianatan, penderitaan secara fisik yaitu menahan rasa sakit akibat siksaan bahkan hingga mati di kayu salib. Yesus pun menderita secara spiritual: Ia menahan rasa sakit dan merasa ditinggalkan oleh Allah. Yesus selalu menerima semua penderitaan itu. Ia diam tetapi tidak kalah, dan mewujudkan kasih itu secara nyata.
Perayaan Ekaristi Minggu pukul 07.00 dipimpin oleh Romo Sahid dan Romo Willy. Umat yang mengikuti Ekaristi terlihat memenuhi gereja, aula Bina Iman Anak, Ruang Bina Kasih, dan juga kelas. Umat pun terlihat antusias saat pemberkatan daun palma dan pemercikan.
Di awal Ekaristi, Romo Sahid mengatakan bahwa pada Minggu Palma kita merayakan kedatangan dan menyambut Tuhan Yesus agar bertahta dalam kehidupan dan hati kita, umat-Nya. Umat terkesan dengan pembacaan Passio yang dibacakan oleh para lektor dengan penuh penghayatan.
Dalam homilinya, Romo Willy mengatakan bahwa kasih itu nyata dan melampaui segala hal, kasih dapat mengatasi kesedihan. Pada Minggu Palma ini kita mengenangkan kisah Yesus yang memberikan kasih-Nya untuk kita semua, umat-Nya.
Ekaristi pukul 10.00 berbeda dengan Ekaristi Minggu Palma yang lain. Upacara dimulai dari lapangan voli, dan dilakukan perarakan menuju gereja. Antusiasme umat untuk mengikuti perarakan sangat terasa, mereka tetap bersemangat walau cuaca cukup terik. Ekaristi tetap diikuti dengan khusuk dan khidmat. Sama seperti Ekaristi pukul 07.00, gereja, aula Bina Iman Anak, Bina Kasih, serta kelas juga digunakan. Ekaristi dipimpin oleh Romo Wahyu dan Romo Nasib.
Dalam homilinya Romo Wahyu mengatakan bahwa dalam Minggu Palma kita semua diajak untuk menyambut Yesus dan itu adalah sebuah luapan kegembiraan bukan luapan kesedihan. Karena Yesus datang bukan untuk diarak-arak tetapi untuk menebarkan suka cita dan benih kesabaran.
Ekaristi Minggu Palma pukul 17.00 yang dikira sepi, ternyata masih ramai! Tak kalah dengan Ekaristi lainnya, umat pun bersemangat menyanyikan lagu, “Yerusalem Lihatlah Rajamu”. Ekaristi dipimpin oleh Romo Siswa.
Dalam homilinya beliau mengatakan bahwa kita lebih mudah menerima Yesus sebagai Anak Tuhan atau Mesias daripada mengakui jalan Yesus sebagai jalan keselamatan kita. Jalan menuju kemenangan tidaklah mudah dan penuh tantangan.
Contohnya berdoa dan beribadah. Apakah kita lebih sering berdoa atau beribadah? Apakah berdoa dengan ciri memohon atau meminta lebih sering kita lakukan daripada beribadah untuk memuliakan dan mengungkapkan rasa syukur? Pertanyaan itulah yang menjadi bahan refleksi umat menuju hari Paskah.