Jumat pagi yang mendung, umat Paroki Santo Martinus mengawali ibadat Jalan Salib dengan ibadat Ratapan (Lamentatio). Romo Willy memimpin ibadat ini bersama dengan para solois dan lektor. Sementara Rm. Wahyu terlihat serius mengikutinya. Wah! Umat bersemangat semua lho!!!
Ibadat Jalan Salib dilakukan mengitari lapangan parkir depan dan belakang. Walau kantuk cukup mendera, rasa malas juga terasa, tapi cukup banyak yang mengikuti ibadat ini. Tua, muda, anak-anak, tak ketinggalan para frater Fermentum yang berlive-in di Martinus selama Trihari Suci ini. Mereka mengikuti Ibadat Ratapan dan Jalan Salib dengan khidmat dan khusuk.
Memang ibadat ini tuh sangat tidak disukai oleh sebagian dari kaum muda. Mungkin mereka tidak tahu bahwa di balik Jalan Salib tersimpan makna yang mendalam. Apa sih? Kita diajak mengenangkan, mencecap-rasakan pengorbanan Yesus yang dengan susah payah menjalani sengsara-Nya dengan dicambuk oleh para algojo sampai titik darah penghabisan di kayu salib. Untuk apa? Untuk kita, manusia. Untuk membuktikan cinta-Nya pada kita. Nah lho!
Ibadat Jumat Agung pukul 11.30 terlihat penuh. Umat mulai berdatangan sejak pukul 09.30! Ibadat dipimpin oleh Romo Willy dan Romo Wahyu. Umat dibawa merasakan kisah sengsara lewat Passio yang dinyanyikan. Hujan yang mulai turun di awal ibadat, membuat suasana Jumat Agung semakin terasa.
Saat homili Rm. Wahyu mengingatkan bahwa Tuhan bersengsara karena cinta- Nya yang luar biasa terhadap kita. Cinta total Allah yang diberikan kepada manusia. Kita pun ditantang untuk memberikan cinta yang total itu bagi sesama, khususnya di tengah keluarga kita masing-masing. Di tengah tantangan dan cobaan yang ada, kita harus tetap bersemangat untuk menyelesaikan panggilan kita sampai selesai, dengan mengandalkan kekuatan yang berasal dari Allah.
Ibadat Jumat Agung pukul 15.00 sangat ramai. Gereja tenda depan gereja, ruangan bina kasih, aula Bina Iman Anak dan ruang kelas, serta selasar ndi depan aula BIA pun dipenuhi oleh umat. Ibadat dipimpin oleh Romo Siswa.
Dalam homili singkatnya, Romo Siswa mengatakan bahwa kisah sengsara menampilkan pada kita betapa Tuhan bersusah payah untuk keselamatan manusia. Dia mengorbankan diri-Nya sendiri untuk umat manusia. “Salib ini bukan sebuah dukacita, melainkan sukacita dan kebahagiaan”. Itulah yang ditekankan Romo Siswa pada umat. Jadi kita harus menyadari dan melanjutkan perjuangan Yesus di dunia ini dengan menyebarkan kasih.
Ibadat jumat agung pukul 18.30 terasa sangat khidmat, walaupun jumlah umat terlihat tidak sepenuh seperti 2 ibadat yang sebelumnya. Hujan yang turun, mengiringi hampir sepanjang ibadat ini, membuat suhu terasa cukup dingin dan suasana ibadat semakin terasa tenang. Ibadat dipimpin oleh Romo Nasib dan Romo Sahid.
Dalam homilinya Romo Sahid mengungkapkan bahwa pengkhianatan sering terjadi dalam kehidupan kita. Itulah yang akan membuat kita hancur. Kita diajak untuk memahami bagaimana sakitnya perasaan Yesus yang dikhianati oleh murid yang sudah jelas Dia kasihi.