Manusia hidup bukan saja dari apa yang diketahui, tetapi terutama dari apa yang diyakini. Keyakinan ini begitu penting dalam kehidupan anak-anak manusia di dunia ini di mana pun ia hidup, bergerak, dan ada. Selalu ada nilai-nilai tertentu dalam kehidupan seseorang yang terkait dengan apa pun yang dilakukan, lebih dari sekedar apa yang menjadi keinginan dan mimpi-mimpinya.
Ada anak manusia ditawari pekerjaan yang lebih besar gaji dan insentifnya dan segera disambarnya peluang yang sudah di depan mata itu dan ditinggalkannya pekerjaan yang sudah ditekuninya selama bertahun- tahun. Ternyata begitu pindah kerja segalanya menjadi berantakan dan berbalik 180 derajat. Orang bertanya-tanya apa yang membuatnya begitu mudah mengambil keputusan untuk meninggalkan pekerjaan lamanya, padahal menurut pandangan normal semuanya normal juga dilihat dari perspektif apa pun.
Banyak juga orang tua yang tidak tahu harus mengatakan apa dalam keadaan yang demikian atau sekedar mengiyakan pilihan anak- anaknya tanpa bisa memberikan pertimbangan yang memadai. Lalu semuanya terjebak dalam mimpi dan keinginan-keinginan yang nampaknya menggiurkan itu. Tidak ada sedikitpun pertanyaan yang menyangkut nilai- nilai kehidupan atau keyakinan tertentu yang disampaikan sebagai rambu- rambu petunjuk jalan kehidupan.
Keadaan seperti ini terjadi di mana-mana dan semakin banyak saja frekwensi kejadiannya pada zaman kita ini. Halnya terjadi pada semua kalangan, tidak tergantung tingkat pendidikan dan lamanya mengenyam bangku sekolah. Yang penting bisa mendapat lebih banyak, yang penting bisa memperoleh lebih dan lebih, atau yang penting halaman rumah kita bersih. Orang lain mendapat apa dan kemanakah sampah rumah tangga kita dipindahkan? Itu bukan urusan kita; yang penting air di rumah kita tidak kurang atau kalau tidak ada lagi yang penting masih kebeli!
Pendidikan sekolah memang tidak diandaikan mengubah pola keyakinan atau pola kehidupan seseorang, tetapi terutama untuk menimba ilmu. Mengumpulkan pengetahuan sebanyak-banyaknya atau kalau tidak sekurang-kurangnya menghafalkan jawaban-jawaban untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ujian. Kenapa semakin banyak orang-orang cerdik pandai, tetapi tidak menambah orang yang melakukan hal-hal yang normal dalam kehidupan, misalnya berkendaraan mengikuti lajur sesuai marka jalan? Kalau cari alasan pembenaran tentu akan didapat seribu satu alasan rasional.
Kehidupan anak-anak manusia pada zaman manapun selalu membutuhkan bukan sekedar pengetahuan, melainkan juga keyakinan akan nilai-nilai tertentu yang mendukung pertumbuhan kemanusiaan seutuhnya dan berkelanjutan. Rasionalitas telah mendorong manusia hanya sekedar memiliki lebih dan tidak menjadi lebih! Apa bedanya?