Eusebius, seorang Bapa Gereja, menulis kitab Historia Ecclesiastica (‘Sejarah Gerejawi’) II.15.1 (buku II, bab 15, ayat 1) yang salah satu penggalannya berbunyi: “Dan betapa agunglah cahaya kesalehan menyinari pikiran orang-orang yang mendengarkan Petrus sehingga mereka tak terpuaskan dengan mendengarkan satu kali saja dan tak puas dengan pengajaran Injil ilahi yang tak tertulis itu, tapi dengan segala permohonan mereka mendesak Markus, seorang pengikut Petrus dan seorang yang memelihara Injil, supaya ia memberi mereka tugu peringatan tertulis mengenai ajaran yang telah disampaikan secara lisan itu kepada mereka. Dan mereka pantang mundur sampai berhasil membujuk orang itu, dan terjadilah Injil tertulis yang menyandang nama Markus.”
Apa yang terjadi? Rupanya orang-orang, yaitu umat Allah, senang sekali mendengarkan pengajaran Rasul Petrus. Mereka tampaknya mendengarkan hal yang sama bahkan berkali-kali, tak puas hanya satu kali saja. Tak hanya itu, mereka mendesak Santo Markus menuliskan pengajaran lisan oleh Rasul Petrus itu. Lalu, Injil tertulis itu diberi nama sesuai nama penulisnya: Markus. Sungguh penyejarahan yang sempurna. Perihal ini tak bisa kita temukan dalam Alkitab. Tradisi Suci dengan gemilang menyajikannya bagi kita.
Santo Markus jelas-jelas disebut pengikut Rasul Santo Petrus. Dalam nas di atas, ia juga disebut “seorang yang memelihara Injil”. Memelihara di situ pastilah dalam arti menjaga dengan mengingat dan menghayati setiap perkataan Tuhan yang disampaikan oleh Rasul Petrus. Santo Markus pasti menyimak dengan seksama. Ia ikut Rasul Petrus kemana-mana. Artinya, ia mendengarkan berkali-kali pengajaran yang sama, mengetahui uraiannya, dan mendalami maknanya. Itulah yang dimaksud memelihara Injil. Tentu, Injil itu pada waktu itu ada dalam wujud lisan.
Ayat berikutnya (II.15.2), Eusebius merangkai kata demikian: “Dan mereka berkata bahwa Petrus – ketika ia mengerti melalui pewahyuan Roh Kudus – bergembira oleh karena semangat orang-orang itu, dan bahwa karya itu memperoleh dukungan dari wewenangnya untuk digunakan di gereja-gereja. Klemen, dalam kitab kedelapan dari Hypotypos-nya menyatakan hal itu, dan Uskup Hierapolis bernama Papias setuju dengannya. Dan Petrus menyebut Markus dalam surat pertamanya yang menurut mereka ditulisnya sendiri di Roma sebagaimana disiratkannya ketika ia menyebut kota itu dengan sebuah gambaran, Babilonia, seperti yang ia nyatakan dengan kata-kata berikut: Gereja yang di Babilonia terpilih bersama denganmu, memberi salam kepadamu, dan demikian juga Markus, anakku.”
Panjang kalimat-kalimat itu, namun memuat banyak info. Di dalamnya jelas disebut bahwa Rasul Petrus sendiri merestui tulisan Santo Markus, yaitu Injil Markus, untuk digunakan di gereja-gereja. Artinya, Injil Markus mendapat – dalam bahasa “jaman now” – imprimatur dan nihil obstat. Saksi-saksi lain mengenai hal itu juga disebut, yaitu Klemen dan Papias.
Hal sampingan, melalui riwayat itu, kita jadi tahu bahwa Babilonia yang dimaksud dalam Surat Pertama Petrus adalah kota Roma. Juga, bahwa surat itu ditulis di sana. Makin asyik ya belajar Tradisi Suci. Lanjut! Amin.