Pertobatan Ekologis

Bumi, rumah kita, semakin menyerupai tumpukan sampah. Di berbagai wilayah bumi, daerah yang semula cantik telah tertutupi dengan sampah,”. Penggalan kalimat ini bukanlah datang dari seorang tokoh lingkungan hidup, melainkan dari pemimpin tertinggi umat kita, Paus Fransiskus, dalam ensiklik berjudul Laudato Si Senada dengan ungkapan Bapa Suci tersebut, di dalam kearifan lokal di Tatar Parahyangan ada peribahasa yang berbunyi, “Leuweung rusak, cai beak, manusa balangsak.” Hal itu semua sebagai pengingat bahwa manusia harus mencintai lingkungan, karena kalau hutan rusak, air akan habis, dan manusia yang sengsara.

“Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari kami, Ibu Pertiwi, yang menyuapi dan mengasuh kami, dan menumbuhkan aneka ragam buah-buahan, beserta bunga warna-warni dan rumput-rumputan. Saudari ini sekarang menjerit karena kerusakan yang telah kita timpakan kepadanya, karena tanpa tanggung jawab kita menggunakan dan menyalahgunakan kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya.” Begitulah Paus Fransiskus memulai bait-bait awal ensiklik keduanya yang ia kutip dari ucapan Santo Fransiskus dari Asisi, pendahulunya ratusan tahun lalu.

Paus Fransiskus memulai penegasan sikapnya yang lahir dari refleksi keimanan atas realitas dunia yang hadir saat ini. Dua ratus empat puluh enam paragraf dari keseluruhan ensiklik ini berbicara soal bagaimana seharusnya manusia beragama dan beriman, bersikap atas alam dan lingkungannya. Ensiklik ini memuat pandangan dan seruan Paus Fransiskus tentang pentingnya mengatasi perubahan iklim dan melindungi lingkungan hidup. Paus menyatakan bahwa kerusakan yang terus-menerus dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan sebagai satu tanda kecil dari krisis etika, budaya, dan spiritual modernitas. Untuk mengatasinya, kata Paus, membutuhkan pengorbanan dan “revolusi budaya” di seluruh dunia.

Dalam kosmologi budaya Sunda terdapat istilah leuweung larangan (hutan sebagai sumber), leuweung tutupan (hutan sebagai cadangan), dan leuweung baladahan (hutan sebagai tempat berkebun dan bertani). Dalam prosesnya leuweung mengalami fase-fase yang sangat lama sampai proses tersebut selesai. Dan setelah leuweung, ada sungai yang terbagi menjadi tiga yaitu sanghyang walungan, sanghyang susukan, dan sanghyang solokan. Tanah dan air inilah menjadi hutan dan sungai. Ketika semuanya sudah tertata barulah ditetapkan menjadi suatu negara. Di sinilah suatu negara ditentukan jumlah negaranya berdasarkan jarak antara leuweung larangan, leuweung tutupan, dan leuweung baladahan. Indikatornya adalah dimana suatu negara memliki over populasi dan tidak sesuai, maka leuweung baladahan akan mengambil leuweung tutupan, dan akan mengambil juga leuweung larangan maka yang terjadi adalah bencana.

Leuweung larangan tempatnya spiritualitas maka harus dipegang dengan yakin, leuweung tutupan tempatnya ilmu maka harus sadar, dan leuweung baladahan atau leuweung produksi tempatnya usaha maka harus diolah dengan penuh kesabaran. Dari filosofi itulah norma-norma ketuhanan, kemanusiaan, kemasyarakatan, hukum waktu, hukum menetapkan kenegaraan, menentukan demografi kependudukan dan sebagai pedoman pengelolaan alam dan lingkungan hidup.

Bagi umat kristiani, Paus Fransiskus merumuskan spiritualitas ekologis. Kita mendapat panggilan untuk melestarikan ciptaan-ciptaan Allah. Dimulai dengan melakukan pertobatan ekologis yaitu mengakui bahwa kita telah membawa kerugian kepada ciptaan Allah melalui tindakan-tindakan kita di masa lampau dan di masa kini. Pertobatan ekologis menyiratkan sikap bersama-sama untuk menumbuhkan semangat perlindungan yang murah hati dan penuh kelembutan bagi manusia dan ciptaan-ciptaan lain. Sehingga, kita tidak hanya bertindak demi keutuhan ekosistem tapi juga keutuhan hidup manusia (LS 216- 227).

Paus Fransiskus mengharapkan kita semua memulai hidup gaya baru, yaitu menghormati kehidupan untuk mewujudkan keadilan dan perdamaian yang berkelanjutan dari generasi ke generasi berikutnya dengan penuh sukacita. Salah satu cara mewujudkan gaya hidup baru itu adalah melaksanakan pendidikan ekologis sehingga semua orang terbantu secara efektif untuk bertumbuh dalam solidaritas. Jika itu semua dilakukan, kita telah bersatu padu untuk bertanggung jawab atas ‘rumah kita’ yang telah dipercayakan kepada kita. Segala yang baik yang ada di dalamnya akan diangkat ke pesta Surgawi. Semoga!

Baptisan:
Baptisan balita diadakan per 2 minggu sekali, baptisan dewasa per 1 tahun sekali.

Formulir dapat diunduh melalui tautan berikut:


Pernikahan:

Sakramen pernikahan dapat diadakan pada hari Sabtu atau Minggu. Hubungi sekretariat di tautan berikut untuk informasi lebih lanjut.

Perminyakan:
Sakramen perminyakan sesuai dengan janji. Hubungi sekretariat di tautan berikut untuk informasi lebih lanjut.

Data Wilayah

Baru pindah rumah dan tidak tahu masuk ke wilayah mana dan harus menghubungi siapa?

Jangan panik! Mang Umar ada solusinya! Silahkan kamu cek link ini untuk mencari data wilayah di paroki St. Martinus

Jadwal Pelayanan Sekretariat

Senin, Rabu, Kamis, Jumat: 07.30 – 12.00 & 16.40 – 19.00
Selasa, Sabtu: 07.30 – 12.00
Hari Minggu dan hari libur tutup

Alamat Sekretariat
Komplek Kopo Permai Blok H No. 4
Telp. 022-540-4263
Whatsapp +62 822-6055-3066

Jadwal Misa

Misa Harian
Senin – Sabtu di gereja pukul 06.00. Misa di Pastoran sementara waktu ditiadakan.

Minggu:
• 06.00
• 08.00
• 10.00

Sabtu:
• 18.00

COPYRIGHT © 2015 BERGEMA BY TIM KOMSOS ST. MARTINUS.