Dalam pesannya kepada Radio Veritas Asia, Sri Paus mengungkapkan harapan bahwa radio itu harus tetap mengikuti misinya untuk menyebarkan Injil dan menjadi “saluran kasih dengan menyuarakan suara orang miskin.” Ia mendesak para komunikator media Gereja untuk merajut “rantai kasih evangelisasi” agar umat Katolik menjadi sadar terhadap “kesedihan dan kecemasan” banyak orang, khususnya orang miskin.
Uskup Gabriele Caccia, Duta Besar Vatikan untuk Filipina, membacakan pesan paus pada hari pertama dari perayaan sepekan di Universitas Santo Thomas di Manila. Dalam sambutannya, Uskup Agung Caccia menekankan pentingnya “persatuan dan kesatuan” dalam menyebarkan kebenaran. Ia mengatakan radio yang didirikan 50 tahun lalu itu “berada di bawah misi untuk menyebarkan kreativitas, dengan makna baru, tapi selalu menyebarkan Injil. Jika Yesus adalah sabda Tuhan, kita harus mendengar Dia. Kalian tidak bisa melihat radio, tapi kalian bisa mendengar radio itu,” katanya.
“Radio itu mengingatkan kita bahwa kita selalu menjadi pendengar sabda. Jika kita tidak mendengar sabda Yesus, kita tidak berbasis pada kebenaran itu, dan kita tidak bebas,” tambah prelatus itu.
Kardinal Luis Antonio Tagle, uskup agung Manila berharap Radio Veritas “melayani kebenaran dan membagikannya.”
Sejarah radio itu berawal pada tahun 1958 ketika para pemimpin Gereja dari Asia dan Australia mendirikan sebuah stasiun untuk Gereja Katolik di Asia untuk menjawab dampak dari komunisme selama Perang Dingin. Para uskup memilih Filipina sebagai basis radio itu karena negara itu adalah negara Katolik terbesar di Asia. Proyek itu didukung oleh Kongregasi Ajaran Iman Vatikan, Konferensi Waligereja Jerman, dan berbagai biro bantuan di Eropa.
Siaran percobaan dimulai tahun 1967, dan pada 11 April 1969, siaran keluar negeri pertama via teknologi gelombang pendek dimulai dengan dua pemancar 100 KW. Radio itu menjadi “simbol harapan dan kebenaran orang Asia” dan berusaha yang terbaik untuk menanggapi tantangan yang diletakkan Konsili Vatikan II untuk menggunakan media menjangkau umat Katolik dalam bahasa mereka sendiri.
Dengan pelayanan 22 bahasa, Radio Veritas menjadi sarana Gereja Katolik untuk menjangkau orang seluruh kawasan itu. Tahun 1986, radio itu berperan penting dalam masa yang paling kritis sejarah Filipina selama “people power revolution” yang mengembalikan demokrasi negara itu.
Tahun 2018, radio itu menghentikan siaran gelombang pendeknya dan pindah ke online dan media sosial. RVA menambahkan bahwa radio itu akan terus memenuhi misinya melalui Internet “untuk mencerahkan jutaan orang di Asia dan orang Asia di seluruh dunia.”