Hari Raya SP Maria Diangkat ke Surga – Minggu, 11 Agustus 2019
BcE Why. 11: 19a; 12: 1. 3-6a. 10ab; 1Kor. 15: 20-26; Luk. 1: 39-56
Tidak ada seorang pun di muka bumi ini akan menerima begitu saja kalau dirinya dihina dan direndahkan. Sebaliknya setiap orang akan senang apabila dirinya dihormati, disanjung, dan ditinggikan. Dalam tatanan kehidupan masyarakat kita, seolah-olah sudah terpolakan
suatu kebiasaan bahwa yang dihormati adalah orang-orang yang punya jabatan dan kedudukan tinggi. Maka, tidak heran kalau banyak orang berlomba-lomba untuk mendapatkan kedudukan dan jabatan yang tinggi, supaya pada akhirnya disanjung, ditinggikan, dan dihormati.
Tidaklah demikian dengan pengalaman hidup Santa Perawan Maria. Ia dihormati dan ditinggikan martabatnya oleh Allah dan manusia, bukan karena ia menduduki suatu jabatan yang tinggi. Ia hanya wanita biasa, ibu rumah tangga biasa. Namun di dalam menjalani kehidupan yang serba biasa itu, ia memiliki sikap yang rendah hati. Itulah yang luar biasa dalam diri Santa Perawan Maria.
Kerendahan hatinya dapat kita pahami dari perhatiannya yang luar biasa kepada Elisabet yang sedang mengandung pada masa tuanya itu (bdk. Luk 1: 39-40). Juga dari nyanyian pujian yang ia lambungkan, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia.” (Luk. 1: 46-48). Ia sangat yakin bahwa yang berkenan kepada Allah adalah sikap rendah hati, bukan yang lain. Itu dapat kita maknai juga dari perkataannya ini, “Ia (Allah) menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang rendah.” (Luk. 1: 52)
Dengan merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga, sesungguhnya kita mau mengungkapkan keyakinan bahwa sikap rendah hati itu sungguh berkenan kepada Allah. Siapapun yang memiliki sikap rendah hati, akan ditinggikan oleh Allah.