Ahsiyaaap!… Akhir-akhir ini, ungkapan tersebut sedang ngetrend dikalangan anak-anak millennial zaman now, bahkan juga merasuki kalangan umum baik anak-anak, remaja dan dewasa. Berawal dari seorang youtuber muda yang agak nyeleneh, akhirnya menjadi suatu perkataan dan isyarat bahasa ngetrend saat ini.
Mungkin agak terdengar “alay” / agak berlebihan, tetapi kita juga bisa belajar hal yang baik juga. Kata “Ahsiyaaap” berawal dari sebuah jawaban resmi militer ketika mendapat perintah dari atasan, komandan, dll. Kita di lingkungan Lanud Sulaiman sudah sangat familiar dengan kata “Siap!”. Awalnya kata ini agak terkesan angker, militeristik dan kaku, tetapi kita menjadi sangat populer dengan sikap yang luwes dan juga menyatakan diri yang mau terlibat dan siap sedia dibentuk.
Bulan September ini kita akan memasuki Bulan Kitab Suci Nasional: tema yang akan kita renungkan bersama mengajak kita untuk mau menjadi kabar Gembira. Semoga dengan rajin menghayati Kitab Suci, umat Katolik dapat memaknai profesinya masing-masing sebagai kesempatan untuk menjadi pewarta Kabar Gembira bagi sesama. Judul Bergema kita melihatnya dengan cara baru : Read(y)! artinya Kitab Suci yang kita baca membuat kita menjadi siap sedia untuk menjadi pewarta dalam hidup dan profesi kita masing-masing dalam keseharian.
Hermeutika Kitab Suci: Sinkronis dan Diakronis
Dalam membaca Kitab Suci tentu kita memiliki suatu alat / metode sebagai “pisau bedah” dalam mendekati teks Kitab Suci. Untuk memperoleh makna dan juga kajian yang mendalam maka seorang perlu sungguh-sungguh menyiapkan diri agar, teks dalam Kitab Suci itu memiliki kekuatan dan daya ubah yang luar biasa.
Dalam dunia penafsiran Kitab Suci secara garis besar ada dua metode yang dipakai secara umum: Diakronis dan Sinkronis. Dalam tradisi yang paling tua dipakai metode Historis-Kritis, yang biasa memakai pendekatan Diakronis. Metode ini disebut historis karena diterapkan pada teks-teks kuno, mencoba memahami makna teks tersebut dalam sudut pandang historis, dan mencoba menerangkan proses-proses historis yang memunculkan teks-teks biblis. Disebut juga Kritis karena dalam setiap langkahnya (dari kritik tekstual sampai redaksinya) metode ini menggunakan bantuan kriteria ilmiah untuk mencapai hasil yang seobyektif mungkin. Maka harus kuat juga dalam mempelajari Bahasa-bahasa asing asli seperti Bahasa Aram, Yahudi kuno, Yunani, Latin, dll. Selain itu juga penting mempelajari tradisi budaya suatu bangsa baik itu Yahudi, Yunani (helenisme) dan Romawi. Metode dan pendekatan Diakronis ini kita andaikan seperti sebuah “Jendela”. Manusia si penafsir Kitab Suci melihat dunia di belakang munculnya suatu tulisan atau teks di Kitab Suci.
Metode Analisis Literer yang menggunakan pendekatan sinkronis (within time) mencoba mengisi kekurangan yang ada dari metode historis- kritis. Penafsiran dengan metode ini melihat sebuah teks sebagai bentuk final, sebagaimana ada dan terjilid dan juga dibaca dalam hadapan pembaca zaman now. Metode ini memberikan perhatian besar untuk menganalisa teks tersebut dalam relasinya dengan dunia yang tergambar dalam teks itu sendiri. Maka, pembaca biblis akan meneliti jenis dan bentuk teks (literary critism); menganalisa cerita dalam teks, alur narasi, tokoh dan peristiwa baik yang tersurat maupun yang tersirat. Dalam pendekatan Sinkronis ini, si pembaca teks Kitab Suci seperti menatap “Cermin” dalam teks yang mengkritik diri. Sehingga pembaca bisa memperbaharui diri dalam pertobatan biblis karena melihat dari “cermin” Biblis ketidaksempurnaan diri dan menghasilkan pertobatan diri. Maka manusia akan berubah karena bercermin dari Kitab Suci tersebut.
Selamat memasuki Bulan Kitab Suci Nasional 2019, mari kita mencintai Sabda Allah dalam Kitab Suci, sambil memperluas cakrawala pengetahuan dan sarana pertobatan. Tuhan memberkati. Mowil.