Berkaitan dengan upaya hukum banding atau kasasi yang diajukan oleh terdakwa yang berada dalam tahanan berdasarkan pengalaman penulis sebagai advokat, dan telah beracara di lingkungan peradilan, diantaranya di lingkungan Pengadilan Negeri Kelas IA Bandung seringkali penulis mengalami beberapa hambatan atau masalah dalam pengiriman berkas perkara banding atau kasasi yang terdakwanya berada dalam tahanan, hal ini terjadi dikarenakan bagian staff pidana di Pengadilan Negeri kelas IA Bandung dalam pengiriman berkas perkara pidana banding atau kasasi sering berpedoman pada masa penahanan terdakwa, bukan pada tenggang waktu pengiriman berkas perkara banding berdasarkan pada Pasal 236 ayat (1) KUHAP dan tenggang waktu penyampaian permohonan kasasi sebagaimana diatur Pasal 249 ayat (3) KUHAP, selambat-lambatnya 14 hari berkas perkara upaya hokum banding atau kasasi sudah harus dikirim kepada Pengadilan Tinggi (PT) atau Mahkamah Agung (MA). Penyimpangan prosedur (Arbitrary Process) mengenai pengiriman berkas banding atau kasasi sebagaimana diatur Pasal 236 ayat (1) dan Pasal 249 ayat (3) KUHAP dalam praktiknya oleh pengadilan negeri inilah yang bisa dikategorikan sebagai tindakan proses hukum yang sewenang-wenang (arbitrary process), sehingga dapat mengakibatkan hak asasi terdakwa dilanggar, karena tidak tertutup kemungkinan dalam upaya hukum banding atau kasasi tersebut terdakwa diputus bebas dari segala dakwaaan jaksa penuntut umum.
Dengan demikian atas penyimpangan prosedur (Arbitrary Process) yang dilakukan oleh kepaniteraan bagian pidana Pengadilan Negeri Bandung tidak sesuai apa yang telah ditentukan dalam system peradilan pidana (SPP) yang menganut prinsip Due Process of Law, hal ini sejalan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam KUHAP dan UU No.48 tahun 2009 : Tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur prinsip-prinsip peradilan dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.
Implikasi penyimpangan proses (Arbitrary Process) dalam upaya hukum, telah melanggar dan merugikan hak-hak dan kepentingan terdakwa yang berada dalam tahanan, karena tidak sesuai dengan prinsip Negara hukum yang berlandaskan hak asasi manusia (HAM) dan kepentingan terdakwa dalam mencari keadilan dan kepastian hukum.
Upaya yang dapat dilakukan oleh terdakwa yang berada dalam tahanan dengan telah terjadinya penyimpangan proses (arbitrary process) adalah melakukan gugatan ganti- rugi secara perdata sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) dan (3) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan mengajukan tuntunan hukum secara pidana kepada pejabat yang bertanggun gjawab berdasarkan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun2009, dan Pasal 333 atau Pasal 334 KUHP,dan/atau hukuman administrasi.
Demikian ruang konsultasi hukum dan/ atau tulisan ini yang dapat kami sampaikan, maaf kami tidak dapat menyampaikannya secara detail, karena terbatasnya ruang, semoga ber manfaat.