Perjalanan kami kali ini menuju arah Banjaran. Kami mengunjungi dua tempat, pertama adalah TPBU Astana Mawar Asih (Pemakaman AMA) dan selanjutnya menuju stasi Kaca-Kaca Dua. Kedua perjalanan ini mungkin terlalu sederhana untuk disebut sebagai ziarah namun bukanlah pula sekedar kunjungan. Kami berusaha membagikan kebahagiaan pada khalayak umum maupun umat dari dua tempat tersebut.
Baiklah kami membagi cerita pada tempat yang pertama dikunjungi, pemakaman AMA, 6 Oktober 2019. Acara baksos yang dilakukan sebagai rangkaian Pekan Misi Nasional Keempat Keuskupan Bandung dilaksanakan di pelataran parkir AMA. Pagi-pagi ketika itu, kami tiba dengan disambut sukacita oleh warga sekitar maupun perangkat wilayah yang bersangkutan. Diawali dengan doa, pemeriksaan kesehatan dimulai kurang lebih pada pukul 8.00. Peserta melanjutkan rangkaian paket menuju meja pengambilan obat dan suplemen untuk kemudian menukarkan kupon di meja tebus sembako murah.
Tidak lama datanglah seorang nenek dibopong oleh linmas setempat. Nenek ini kesulitan berjalan dan mengutarakan keadaannya di meja sembako. Tidak lama ia pergi dengan membawa paket sembako, dibantu oleh yang lain. Ia sakit dan tidak memiliki cukup uang untuk melakukan tebus murah yang seharusnya dibayarkan. Kendati demikian tidak ada dari panitia maupun warga yang mempermasalahkan ini. Peserta yang lain mengetahui keadaan nenek ini, memang benar adanya. Kami bersyukur bahwa target jalinan kasih ini mengenai sasaran dan warga sekitar pun bersyukur ada bantuan bagi yang membutuhkan. Tepat di siang hari, acara ini ditutup dengan kelegaan dari pihak-pihak yang terlibat, semuanya berjalan dengan lancar.
Seminggu berlalu, pada tanggal 13 Oktober 2019, tugas pelayanan berlanjut ke stasi Kaca Kaca Dua. Misa bulanan reguler yang berlangsung pada tiap minggu kedua. Ditambah dengan kami, delegasi pelayanan dan WKRI St. Martinus, misa diikuti belasan orang. Meski dengan jumlah yang terbatas, hosti dan anggur menjadi santapan rohani dengan penuh sukacita. Diakhir perayaan, pak Agus berdoa, supaya istrinya, Pak Anton, Bu Thres, Nia tetap setiap pada Salib Kristus sejati hingga akhir hayat.
Sungguh ketika itulah, penulis menyadari devosi yang luar biasa. Meski baru kehilangan anggota jemaat belum lama ini, yaitu Mbak Ibah, namun terucap doa selalu berteguh pada iman akan Kristus. Sungguh suatu kemewahan spritual untuk dapat mendengar doa dalam bahasa yang sederhana namun yang terkaya dalam harapan. Bahwa sesungguhnya, inilah, penulis diperlihatkan sebuah kualitas dalam kuantitas yang tidak berlebih. Memang kekayaan sejati terletak pada kesederhanaan, lkontradiksi yang menguatkan iman.
Setelah ibadat dalam kapel berdinding anyaman bambu, acara dilanjutkan dengan botram di rumah bersaung milik pak Anton. Kolam-kolamnya sedang kering, tapi tidaka dengan semangat kebersamaan kami. Santap siang berlangsung dalam kemeriahan hari Minggu yang cerah. Tidak lama kemudian kami kembali ke paroki St. Martinus.
Dua perjalanan ini terlalu luar biasa untuk dilewatkan. Suatu privilege untuk dapat mengalami meski hanya sebuah. Pada akhir perjalanan ini penulis sungguh bersyukur atas kesempatan yang diberikan Tuhan untuk mengalami keduanya. Tidak satupun materi, tenaga, maupun kesempatan yang terbuang sia-sia. Marilah bersama untuk mengalami kasih Kristus di bumi melalui aksi pelayanan nyata. Gloria Patri et Filio et Spritui Sancto, sciut erat in principio, et nunc et semper, et in saecula saeculorum. Amen.