Sebagaimana kita masing-masing selalu adalah bagian dari keluarga, selanjutnya keluarga kita masing-masing adalah bagian dari keluarga besar dan keluarga masyarakat. Kita masing-masing dan semuanya terjalin dalam jaringan relasi apapun bentuknya, baik tatap muka maupun melalui berbagai media yang ada terutama media sosial belakangan ini. Hampir tidak ada orang lagi yang tidak berjejaring melalui media sosial sekarang ini betapapun bisa berbeda tingkat intensitasnya.
Semuanya memang mulai dari keluarganya masing-masing, juga seandainya anggotanya hanya tinggal dua makhluk saja. Dalam dan melalui dinamika hidup keluarga kita semua belajar banyak hal tentang kehidupan dan apa yang penting di dalamnya. Perkaranya bisa mulai dari yang paling sederhana misalnya membangun kebiasaan duduk dan makan yang sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia yang berbeda dengan segala jenis ciptaan lain di bumi ini. Atau juga hal yang lebih kompleks dan rumit bagaimana tetap berani berjalan maju dalam berbagai situasi yang penuh dengan ketidakpastian dan keraguan.
Dalam hampir setiap dan segala hal kita pertama-tama dan terutama membawa warisan “ilmu tentang kehidupan” dari keluarga kita masing-masing baik yang ternyata positif maupun yang ternyata negatif di kemudian hari. Seseorang bisa mewarisi kepercayaan yang sangat kuat kepada orang lain dan sebaliknya yang tanpa disadari telah banyak sekali mempengaruhi sikap dan tindakan dan perlakuannya terhadap pasangan hidup dan orang- orang di sekitarnya atau siapapun yang pernah berurusan dengannya. Ada juga anak-anak manusia yang polos seumur hidup sehingga sering ditipu orang karena memang tidak pernah mengalami pembelajaran bagaimana menghadapi banyak orang yang bisa jadi memiliki maksud dan tujuan yang berbeda-beda ketika berhubungan dengan kita.
Satu hal barangkali penting diingat adalah betapa banyak kita belajar tentang segala sesuatu ketika keluarga kita mengalami kondisi susah dan serba kekurangan dan hampir tentu saja sebaliknya. Ada keajaiban luar bisa yang timbul ketika anak-anak manusia dalam kebersamaannya sebagai keluarga mengalami yang namanya kesulitan, kesusahan dan penderitaan. Dari sana timbul apa yang akan sulit sekali dibayangkan ketika keluarga mengalami bahwa segala sesuatunya berlangsung dengan aman, baik-baik saja alias makmur damai sejahtera.
Orang-orang sering mengatakan bahwa mereka lebih sering kuatir melihat anak-anak manusia yang terbiasa hidup senang dari pada dengan mereka yang terbiasa dengan berbagai macam kesulitan dalam kehidupannya. Kekaguman seseorang akan anak- anak manusia yang senantiasa ada waktu dan perhatian untuk orang- orang dan keluarga yang mengalami kesusahan ternyata menjadi terang benderang ketika menjadi jelas bahwa semuanya itu tidak muncul tiba-tiba, melainkan diperoleh sebagai pesan “warisan keluarga” supaya “ketika kamu kenyang jangan lupa orang yang lapar”. Sudah turunan, katanya!