Panggilan adalah ketika Allah menyapa sekaligus mengajak kita untuk menjadi satu dengan-Nya. Panggilan hidup seseorang tentu berbeda-beda. Ada yang terpanggil menjadi seorang dokter, pegawai kantor, bahkan sampai terpanggil menjadi seorang kuli bangunan. Pangilan tidak melulu harus menjadi seorang imam. Karena bagi saya, semua panggilan itu adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita, yang terpenting adalah kita mau menerima dan menjalaninya dengan serius, serta dengan penuh kesetiaan.
Setiap panggilan hidup seseorang tentu memiliki tujuannya masing-masing termasuk yang sudah saya jelaskan. Salah satu panggilan hidup yang kini saya jalani adalah panggilan khusus, yaitu panggilan menjadi seorang calon imam diosesan untuk Keuskupan Bandung. Dalam permenungan saya, tujuan menjadi seorang calon imam adalah mencapai kekudusan. Kekudusan yang dimaksud adalah serupa dengan Tuhan Yesus yang memanggil. Akan tetapi, tidak sedikit pula lubang atau halangan yang merintangi jalan panggilan setiap orang, termasuk panggilan menjadi seorang calon imam. Saya renungkan, bahwa setiap rintangan dan cobaan yang saya hadapi dalam dinamika panggilan saya sebagai cara Tuhan yang menyapa saya dengan caranya yang unik, baik melalui pengalaman yang tidak menyenangkan, maupun melalui peristiwa hidup yang meneguhkan. Kemudian tak jarang pula Tuhan menyapa saya melalui pengalaman yang meneguhkan, yaitu Ia hadir melalui orang-orang yang ada disekitar saya, bahkan melalui orang yang tidak saya kenal sekalipun.
Panggilan bagi saya adalah ketika kita mau menjawab Ia yang memanggil kita dengan hati yang terbuka. Karena Tuhan memanggil kita dengan maksud dan tujuan tertentu. Maksud dan tujuan Tuhan itu terkadang tidak pernah kita ketahui. Dengan kata lain, panggilan Tuhan itu bersifat misteri. Jika merenungkan kembali perjalanan hidup saya yang semula merupakan seorang karywan swasta yang bekerja di salah satu Rumah Sakit Swasta Kristen yang ada di Kota Bandung, saya tidak menyangka bahwa Tuhan memanggil saya sebagai seorang calon imam yang kini saya jalani. Banyak situasi batin yang saya alami dalam dinamika jalan panggilan ini. Dari mulai senang, sedih, khawatir, dan lain sebagainya. Terkadang saya sering membandingkan situasi yang ada, baik situasi ketika saya masih hidup di luar dan saat saya berada di seminari. Bagi saya, hal seperti itu sangat wajar karena saya tidak bisa membohongi diri sendiri di usia saya yang sudah tidak muda lagi. Dengan kata lain, antara rasio dan afeksi yang saya miliki sering berjalan tidak beriringan. Rasio saya mengatakan bahwa di sini bukan tempat saya. Apakah benar Tuhan memanggil saya? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering muncul di dalam kepala saya, meskipun afeksi saya berkata bahwa saya nyaman berada di sini.
Menjalani panggilan istimewa ini tekadang saya merenung, bahwa ternyata saya mampu untuk melewati berbagai macam dinamika hidup yang dirasa berat. Berat karena merasa diri tidak mampu. Akan tetapi, terkadang saya lupa bahwa penyertaan dari Allah telah membimbing dan menghantarkan saya hingga sampai sekarang ini. Penyertaan yang sungguh luar biasa bagi hidup saya karena Allah mau ikut serta dalam seluruh pergumulan dalam hidup saya. Kemudian saya juga sangat bersyukur dapat memiliki orang-orang yang sangat luar biasa istimewa, baik yang ada di rumah, maupun yang ada di sini. Saya merenungkan, bahwa Allah selalu hadir dalam setiap pribadi yang saya jumpai daan Ia selalu mencukupkan segala kebutuhan yang saya perlukan. Banyak perkembangan positif yang saya rasakan ketika saya menjalani hidup di sini. Salah satunya adalah perkembangan dalam hal kepribadian dan intelektual yang semakin hari semakin terasah dnegan baik.
Jadi, yang dapat saya bagikan dalam tulisan saya ini adalah terkadang Tuhan memanggil kita dengan cara yang tidak pernah kita mengerti. Terkadang kita sebagai orang yang dipanggil-Nya, baik sebagai orang awam maupun dalam panggilan khusus, diajak untuk menjadi seorang awam Katolik yang baik, dan menjadi seorang calon imam Katolik yang baik. Karena setiap panggilan yang Tuhan berikan kepada kita baik. Tidak ada panggilan yang tidak baik. Tergantung bagaimana kita menjawab dan mempertanggungjawabkan panggilan yang Tuhan Yesus percayakan kepada kita. Kemudian yang terakhir yang dapat saya sampaikan dalam tulian saya ini adalah bahwa panggilan setiap orang itu otentik dan kita pun dituntut untuk menjadi otentik. Tuhan Yesus memberkati.
Seminari Tinggi Fermentum, 15 Januari 2020
Fr. Gerardus Dwi Ristanto