Penentuan batas usia dewasa berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, dapat ditinjau dari beberapa peraturan perundang-undangan diantaranya :
- Menurut hukum Adat tidak ada batas usia yang pasti kapan seorang anak menjadi dewasa, karena kreteria dewasa dalam hukum adat bukan dilihat dari usia, akan tetapi dilihat dari kenyataan dan ciri- ciri yang nyata yaitu seseorang dianggap dewasa, apabila ia sudah menikah dan lepas dari tanggungjawab orang tua atau mertuanya, sudah kuat gawe, dan cakap mengurus harta bendanya dan keperluan lainnya.
- Menurut hukum Islam seseorang sudah dewasa atau akil baliq pada umumnya sekitar umur 15 tahun, karena usia tersebut sudah dapat menentukan nama yang baik dan mana yang benar bagi dirinya sendiri, sebaliknya mereka yang belum berusia 15 tahun atau belum menikah dianggap belum dewasa.
- Pengertian dewasa menurut hukum perdata (Pasal 330 ayat (1) BW), Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang Undang Kesejahteraan Anak (UU No.4 Tahun 1979), apabila seseorang telah berusia 21 tahun atau telah menikah sebelum berusia 21 tahun, apabila mereka telah menikah, kemudian bercerai sebelum berusia 21 tahun. Maka mereka tetap dianggap sudah dewasa.
- Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan (UU No.16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU No.1 tahun 1974), dan Undang-Undang Pajak (UU No.6 dan No. 7 tahun 1983), dapat disimpulkan bahwa pengertian dewasa bagi seseorang adalah apabila ia telah berusia 18 tahun atau sebelumnya telah menikah.
Bahwa dengan adanya perbedaan penentuan batas usia dewasa berpengaruh dan/ atau telah menimbulkan ketidak pastian hukum bagi notaris/PPAT dalam membuat Akta Jual beli dan/ Perjanjian Jual beli terhadap harta atau tanah milik seorang anak yang belum dewasa, karena bagi seorang anak yang belum dewasa harus mengajukan permohonan izin dari pengadilan negeri, agar orang tua atau walinya dari anak yang belum dewasa itu diberi izin untuk menjual tanah tersebut, karena dalam praktik para Notaris/PPAT masih berpegang pada batas usia dewasa 21 tahun.
Sehubungan akan masalah tersebut diatas, penulis menyarankan sebelum adanya keseragaman dalam undang-undang tentang penentuan batas usia dewasa, sebaiknya Mahkamah Agung atau Pemerintah (Menteri dalam Negeri) menerbitkan Surat Edaran, akan tetapi mudah-mudahan dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law menjadi jalan keluar khususnya mengenai ada beberapa undang-undang yang berbeda mengenai ketentuan batas usia dewasa, demi adanya keseragaman dan kepastian hukum dalam praktik, karena Omnibus Law dapat mengatur substansi yang sama/sejenis namun saling bertentangan/tumpang tindih antar Peraturan Perundang-Undangan.
Menurut penulis mengenai batas usia dewasa 18 tahun atau sebelumnya telah menikah, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang- Undang Perkawinan (UU No.16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU No.1 Tahun 1974) adalah batas usia dewasa yang sangat cocok untuk diterapkan di Indonesia. Demikian ruang konsultasi hukum dan/ atau tulisan ini yang dapat kami sampaikan, maaf kami tidak dapat menyampaikannya secara detail, karena terbatasnya ruang, semoga bermanfaat.