Syalom aleikhem.
Ini bukan tentang Pak Jokowi yang acapkali promosi mengenai revolusi mental – dalam kerangka kebangsaan tentu saja. Ini tentang revolusi mental dalam rangka Ekaristi. Ada banyak orang ikut Misa, tapi mungkin tidak klop mentalnya. Misa dikira sesuatu yang lain. Misa dikira “hura-hura”, harus
menyenangkan dan menarik, spektakuler dan atraktif. Nah, itu salah satu contoh mental yang harus direvolusi terkait Ekaristi.
Misa bukan tentang spektakuler dan menarik. Mari kita lirik. Apa itu Misa? Misa adalah kurban. Mental kita perlu siap bahwa kurban salib tak hanya terjadi dua ribu tahun lalu saja di Golgota, melainkan terjadi di setiap altar di mana dikurbankan Misa setiap kali. Ini fakta penting: kurban salib “sedang terjadi” di atas altar, bukan hanya “telah terjadi” dulu di puncak Golgota. Kalau pemahaman ini dimasukkan dalam jiwa, niscaya kita tak lagi mencari tontonan dan atraksi dalam Misa.
Sesungguhnya, ada saja orang yang mencari atraksi dalam Misa, juga berusaha menyuguhkan atraksi dalam Misa. Berhentilah. Revolusilah mentalmu. Kurban salib bukan hanya terjadi dulu, bukan peristiwa lampau semacam Proklamasi atau Sumpah Pemuda, bukan seperti itu. Proklamasi tak hadir kembali meski kita merayakan peringatannya. Namun, kurban salib “hadir kembali” dalam setiap Misa. Itu Kristus yang nyata dan Kristus yang sama.
Rev. D. Y. Istimoer Bayu Ajie
Presbiter