Salah satu cara yang sering digunakan dalam usaha pencarian dana adalah donasi. Intensinya bisa beraneka macam: kemanusiaan, kesehatan, pembangunan, dan lain sebagainya. Dalam gerakan ini, ada yang berperan sebagai pihak donator dan ada yang berperan sebagai pihak penerima manfaat. Gerakan ini tentu membutuhkan yang berperan sebagasi pihak penerima manfaat. Gerakan ini tentu membutuhkan tata kelola yang baik sehingga tujuan utama (intentio dantis) dari yang memberi dan yang menerima sesuai dan tepat.
Donasi dalam konteks yang lebih luas adalah sebagai salah satu bentuk aktifitas dari semangat solidaritas. Gereja Katolik selalu menggaungkan solidaritas sosial dalam kehidupan bersama. Semua orang memiliki panggilan untuk membangun solidaritas. Jadi, harus dipahami bahwa solidaritas itu mestinya dilakukan oleh semua orang, karena tujuan utama dari solidaritas adalah terwujud kebaikan bersama.
Dalam dokumen ajaran sosial gereja, yakni Solicitudo Redi Social (SRS) dikatakan demikian, “Dengan semangat solidaritas, mereka yang lemah seharusnya tidak mengambil sikap pasif semata-mata atau sikap yang destruktif terhadap tatanan sosial, namun melaksanakan apa yang bisa mereka lakukan bagi kebaikan semua”. (SRS art. 39). Dari dokumen ini, ternyata solidaritas tidak hanya menjadi kewajiban kelompok menengah ke atas, dan kemudian kelompok menengah ke bawah hanya menjadi penikmat atau objek solidaritas. Gerakan solidaritas apabila menjadi gerakan semua orang maka tujuan utama solidaritas untuk mewujudkan kesejahteraan bersama itu akan semakin mudah untuk dicapai. Partisipasi dari semua pihak yang memilki peran penting dalam aksi solidaritas ini.
Di tengah fenomena munculnya gerakan donasi yang tidak sesuai dengan intentio dantisnya, Gereja hendaknya menjadi inspirasi yang baik dalam gerakan solidaritas ini. Apabila kembali pada tujuan utama dari gerakan sosial adalah kesejahteraan bersama, maka tata kelola yang baik, partisipasi, ketaatan pada intentio dantis menjadi sesuatu yang penting untuk dijalankan dengan baik.