Sejak disahkannya undang-undang no.16 tahun 2011 tentang bantuan hukum, seseorang yang menghadapi masalah hukum meliputi masalah hukum keperdataan, pidana dan tata usaha negara baik litigasi maupun non litigasi, berhak untuk mendapatkan bantuan hukum juncto pasal 6 peraturan pemerintah no. 42 tahun 2013 tentang syarat dan tata carra pemberian dan penyaluran dana bantuan hukum, pemohon harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
- Mengajukan permohonan secara tertulis yang berisi sekurang-kurangnya identitas pemohon (KTP) dan atau surat keterangan alamat sementara dari instansi yang berwenang, dan uraian singkat mengenai pokok persoalan yang dimohonkan bantuan hukum
- Menyerahkan dokumen yang berkenaan dengan perkaranya; dan melampirkan surat keterangan miskin dari lurah, kepala desa, atau pejabat yang setingkat di tempat tinggal pemohon bantuan hukum, dan atau surat keterangan lainnya (kartu jaminan kesehatan masyarkat, bantuan langsung tunai, kartu beras miskin)
Apabila pemohon bantuan hukum yang tidak mampu menyusun permohonan secara tertulis dapat mengajukan permohonan secara lisan, dan pemberi bantuan hukum akan menuangkan dalam bentuk tertulis, permohonan ditandatangani atau di cap jempol oleh pemohon bantuan hukum.
Permohonan bantuan hukum diajukan dan atau ditujukan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH), atau kepada Pos Bantuan Hukum (Posbakum) yang berada di setiap pengadilan sesuai domisili pemohon bantuan hukum, pemberian bantuan hukum ini dapat diberikan secara litigasi (pendampingan di tingkat penyidik dan penuntutan, dalam proses pemeriksaaan di persidangan, dan pemberian bantuan hukum di pengadilan Tata Usaha Negara) dan Non Litigasi (Penyuluhan hukum, Konsultasi hukum, investigasi perkara, penelitian hukum, mediasi, negosiasi, pendampingan di luar pengadilan, drafting dokumen hukum, dan lain-lain).
Besarnya pendanaan yang dialokasikan oleh pemerintah untuk pemberian bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu berkisar kurang lebih sebesar Rp. 5 juta per kasus, tapi apabila dihitung dengan besarnya operasional pemdampingan secara riil ini sangat kecil, oleh sebab itu berdasarkan Pasal 19 UU bantuan hukum, masing-masing daerah dimungkinkan untuk mengalokasikan dana penyelenggaraan bantuan hukum melalui Peraturan Daerah (Perda).
Pemberian bantuan hukum dapat dikenai sanksi apabila menerima atau meminta pembayaran dari penerima bantuan hukum atau dari pihak lain yang berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani pemberian bantuan hukum, sanksi terhadap pelanggaran ini berupa pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.50 juta.
Demikian ruang konsultasi hukum dan/ atau tulisan ini yang dapat kami sampaikan, maaf kami tidak dapat menyampaikannya secara detail, karena terbatasnya ruang, semoga bermanfaat.